Pages

Friday, November 25, 2011

ASPEK Bisnis IT



1.     Prosedur Pendirian Badan Usaha Dibidang IT
Pendirian suatu badan usaha ada 2 jenis, yaitu badan usaha yang ber-badan hukum, seperti PT, yayasan, koperasi, dan BUMN, selain itu ada jenis badan usaha yang kedua tidak ber- badan hukum, seperti UD, PD, Firma, dan CV. Dalam membangun sebuah badan usaha, kita harus memperhatikan beberapa prosedur peraturan perizinan, antara lain :
1. Tahapan Pengurusan Izin Pendirian
Bagi perusahaan berskala besar hal ini wajib menjadi prinsip yang tidak boleh dihilangkan demi kemajuan dan pengakuan atas perusahaan yang bersangkutan. Hasil akhir pada tahapan ini merupakan sebuah izin prinsip yang dikenal dengan Letter of Intent yang dapat berupa izin sementara, izin tetap hinga izin perluasan. Untk beerapa jenis perusahaan misalnya, sole distributor dari sebuah merek dagang, Letter of Intent akan memberi turunan berupa Letter of Appointment sebagai bentuk surat perjanjian keagenan yang merupakan izin perluasan jika perusahaan ini memberi kesempatan pada perusahaan lain untuk mendistribusikan barang yang diproduksi. Berikut ini adalah dokumen yang diperlukan, sebagai berikut :
1. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Bukti diri.
Selain itu terdapat beberapa Izin perusahaan lainnya yang harus dipenuhi :
1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), diperoleh melalui Dep. Perdagangan.
2. Surat Izin Usaha Industri (SIUI), diperoleh melalui Dep. Perindustrian.
3. Izin Domisili.
4. Izin Gangguan.
5. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
6. Izin dari Departemen Teknis
2. Tahapan Pengesahan Menjadi Badan Hukum
Setiap usaha yang memang dimaksudkan untuk ekspansi atau berkembang menjadi berskala besar maka hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan izin atas kegiatan yang dilakukannya tidak boleh mengabaikan hukum yang berlaku. Izin yang mengikat suatu bentuk usaha tertentu di Indonesia memang terdapat lebih dari satu macam. Adapun pengakuan badan hukum bisa didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), hingga Undang-Undang Penanaman Modal Asing ( UU PMA ).
3. Tahapan Penggolongan Menurut Bidang Yang Dijalani.
Badan usaha dikelompokkan kedalam berbagai jenis berdasarkan jenis bidang kegiatan yang dijalani. Berkaitan dengan bidang tersebut, maka setiap pengurusan izin disesuaikan dengan departemen yang membawahinya seperti kehutanan, pertambangan, perdagangan, pertanian dsb.
4. Tahapan Mendapatkan Pengakuan, Pengesahan Dan Izin Dari Departemen Lain Yang Terkait
Departemen tertentu yang berhubungan langsung dengan jenis kegiatan badan usaha akan mengeluarkan izin. Namun diluar itu, badan usaha juga harus mendapatkan izin dari departemen lain yang pada nantinya akan bersinggungan dengan operasional badan usaha misalnya Departemen Perdagangan mengeluarkan izin pendirian industri pembuatan obat berupa SIUP. Maka sebgai kelanjutannya, kegiatan ini harus mendapatkan sertifikasi juga dari BP POM, Izin Gangguan atau HO dari Dinas Perizinan, Izin Reklame, dll.
1. Tugas dan lingkup pekerjaan
2. Tanggal mulai dan berakhirnya pekerjaan
3. Harga borongan pekerjaaN
2. Draft Kontrak Kerja IT
Kontrak (perjanjian) adalah suatu "peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal". (Subekti, 1983:1).

Syarat sahnya kontrak (perjanjian)
Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata.
Pasal 1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
1. Kesepakatan
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kekhilafan.
2. Kecakapan
Kecakapan di sini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan oleh hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
3. Hal tertentu
Maksudnya objek yang diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
4. Sebab yang dibolehkan
Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Cara membuat kontrak (perjanjian) kerja :
Untuk membuat kontrak kerja biasanya didahului oleh masa yang harus dilalui sebelum adanya kontrak kerja yang disebut masa percobaan.
1. Masa Percobaan
Masa percobaan dimaksudkan untuk memperhatikan calon buruh (magang), mampu atau tidak untuk melakukan pekerjaan yang akan diserahkan kepadanya serta untuk mengetahui kepribadian calon buruh (magang).
2. Yang Dapat Membuat Perjanjian Kerja
Untuk dapat membuat (kontrak) perjanjian kerja adalah orang dewasa.
3. Bentuk Perjanjian Kerja
Bentuk dari Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.Bagi perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan tulisan latin
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu bentuknya bebas artinya dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Selain itu bahasa maupun yang digunakan juga bebas, demikian juga dibuat rangkap berapa terserah pada kedua belah pihak.
4. Isi Perjanjian Kerja
Baik dalam KUH Perdata maupun dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/PER/1986 tentang Kesepakatan Kerja Untuk Waktu Tertentu tidak ditentukan tentang isi dari perjanjian kerja. Pada pokoknya isi dari perjanjian kerja tidak dilarang oleh peraturan perundangan atau tidak bertentangan dengan ketertiban atau kesusilaan.

5. Jangka Waktu Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu
Dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu, dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali saja dengan waktu yang sama, tetapi paling lama 1 (satu) tahun. Untuk mengadakan perpanjangan pengusaha harus memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada buruh selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut berakhir.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diperbaharui hanya 1 (satu) kali saja dan pembeharuan tersebut baru dapat diadakan setelah 21 (dua puluh satu) hari dari berakhirnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut.
6. Penggunaan Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat, jenis atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
- yang sekali selesai atau sementara sifatnya
- diperkirakan untuk waktu yang tidak terlalu lama akan selesai
- bersifat musiman atau yang berulang kembali
- yang bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau hanya merupakan penunjang
- yang berhubungan dengan produk baru, atau kegiatan baru atau tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat diadakan untuk semua pekerjaan, tidak membedakan sifat, jenis dan kegiatannya.
7. Uang Panjar
Jika pada suatu pembuatan perjanjian kerja diberikan oleh majikan dan diterima oleh buruh uang panjar, maka pihak manapun tidak berwenang membatalkan kontrak (perjanjian) kerja itu dengan jalan tidak meminta kembali atau mengembalikan uang panjar (Pasal 1601e KUH Perdata). Meskipun uang panjar dikembalikan atau dianggap telah hilang, perjanjian kerja tetap ada.
            Contoh Draft Kerja :




Pengantar Telematika
Eko Harmiko (10108684)
4KA 02




Peraturan dan Regulasi RUU ITE


1. Peraturan dan Regulasi RUU ITE
 A. Undang – undang no. 36 Telekomunikasi
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa;
c. bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi;
d. bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandarig terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional;
e. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai Iagi, sehingga perlu diganti;
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
4. Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
5. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
6. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
7. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
8. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;
9. Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
10. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan     jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
11. Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
12. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
13. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
14. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
15. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
16. Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
17. Menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
Azas dan tujuan nya :
Penyelenggaraan telekomunikasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hukum dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika.
Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan Iebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan, maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat Iebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin.
Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata.
Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.
Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.
Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat
mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya.
Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.



Implementasi Pemberlakuan  RUU ITE

Kelompok Informasi

Dalam kaitan dengan masyarakat Informasi, di bedahkan menjadi empat kelompok pengguna Informasi yaitu :
1. Publik 
 Kelompok  publik, yaitu layanan punlic di mana informasi dapat diakses oleh Masyarakat Informasi siapa saja dan untuk semua kalangan (media cetak dan elektronik)
2. Komunitas Publik 
Layanan public di mana informasi dapat diakses oleh Masyarakat  Indonesia yang masuk dalam suatu komunitas tertentu dengan persetujuan kelompok komunitas tersebut (seperti group alumni, kelompok kegiatan dll).
3. Komunitas Member
Layanan public di mana informasi dapat diakses oleh masyarakat informasi yang masuk dalam suatu komunitas member tertentu dengan mengisi registrasi form yang telah disepakati dengan data-data yang dibutuhkan.
4. Individual
 Layanan Public di mana informasi dapat diakses oleh perseorangan atau dua orang atau lebih, organisasi ini   atau badan. ( seperti email, SMS, facebook, bloger, Domain dll)
Dari keempat hal tersebut sangat berkaitan erat dengan komunikasi dan informasi, sehingga penerapan undang-undang ITE baik pasa-pasal tentang pelarangan informasi dalam bahasan di atas maupun pasal-pasal pengecualian, untuk itu perlu penjelasan dan refisi UU-ITE, yang pokok bahasannya meliputi ;
1. Perlu diperjelas revisi pasal-pasal pelarangan / pelanggaran penggunaan informasi yang kebanyakan Masyarakat Informasi.
2. Perlu diperjelas revisi pasal-pasal pelarangan / pelanggaran dan pasal-pasal pengecualian, sehingga penggunaan informasi yang kebanyakan Masyarakat Informasi akan mengetahui atau hal-hal yang berkaitan dengan UU-ITE tersebut.
3. Perlu dibuat penjelasan atau revisi pasal-pasal pada UU-ITE agar masyarakat Informasi di era teknologi informasi dapat memanfaatkan Informasi secara benar dan bertanggung jawab.
4. Perlu dibuat penjelasan atau revisi pasal-pasal pada UU-ITE agar pelaku / penerima informasi di era teknologi informasi dapat memahami UU-ITE, sehingga tidak melakukan perlakuan hukum yang tidak sewajarnya.
5. Perlu dibuat penjelasan / revisi pasal-psal pada UU-ITE agar penegak hukum pada era teknologi informasi dapat menerapkan UU-ITE, pada jalur hukum yang sebenarnya.

Pengantar Telematika
Eko Harmiko (10108684)